BAB 1 PENDAHULUAN
Filsafat islam merupakan salah satu bidang studi islam yang
keberadaannya telah menimbulkan pro dan kontra.
Sebagian mereka yang berpikiran maju1 dan bersifat liberal cendrung mau menerima pemikiran filsafat
Islam. Sedangkan bagi mereka yang bersifat tradisional yakni yang berpegang
teguh pada doktrin ajaran Al-qur’an dan Al-hadits secara tekstual, cendrung
kurang mau menerima filsafat, bahkan menolaknya. Dari kedua kelompok tersebut
nampak kelompok terakhir masih cukup kuat pengaruhnya di masyarakat
dibandingkan dengan kelompok pertama.
Kajian filsafat islam baru di lakukan sebagian mahasiswa pada jurusan tertentu
di akhir abad
ke-20 ini. Sedangkan pada masyarakat secara umum seperti yang terjadi di
kalangan pesantren, pemikiran filsafat masih di anggap terlarang, karena dapat
melemahkan iman. Kalau pun di pesantren di ajarkan logika, yang pada hakikatnya merupakan
ilmu yang mengajarkan cara berpikir folosofis, namun hal ini tidak di terapkan,
melainkan hanya semata-mata sebagai hafalan2.
Berbagai analisis tentang penyebab kurang di terimanya filsafat
dikalangan masyarakat Islam Indonesia pada umumnya adalah karena pengaruh
pemikiran Al-Ghazali yang di anggapnya sebagai pembunuh pemikiran filsafat.
Anggapan ini selanjutnya telah pula dibantah oleh pendapat lain yang
mengatakan penyebabnya bukanlah Al-Ghazali, melainkan sebab-sebab lain yang
belum jelas3.
Selanjutnya saat ini kajian dan penelitian filsafat telah banyak di lakukan,
walupun dalam cara melihatnya masih di jumpai kekaburan. Amin Abdullah
misalnya, mengatakan adanya kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut
disayangkan didalam cara berpikir kita, tidak terkecuali di perguruan tinggi
dari kalangan akademis. Tampaknya, kita sulit membedakan antara Filsafat dan
Sejarah Filsafat, antara Filsafat Islam dan Sejarah Filsafat Islam. Biasanya, kita
korbankan kajian filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah pada
abad pertengahan, ketika sejarah filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat
dan perhelatan pemikiran antara Al-Ghazali (1058-1111 M) dan Ibn Sina (980-1037
M) yang sangat menentukan jalananya sejarah pemikiran umat islam. Al-Ghazali
mewakili golongan Ahli Sunnah, yakni pendukung setia Asy’Ariyah, sedangkan Ibn
Sina mewakili pandangan filosof muslim. Meskipun orang sering
mensitir ungkapan Hadits bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat merupakan
rahmat, namun
ternyata kita tidak terbiasa menghadapi pertentangan pendapat dengan kepala dingin. Kita
lebih terbiasa berpegang pada pendapat bahwa pemahaman kita atas suatu
pandangan hidup dan cara berpikir tertentu sebagai sesuatu yang “mutlak” dan
sudah “steril”, sehingga sulit diharapkan dapat terserapi oleh pendapat lain
yang barangkali juga ada manfaatnya. Cara berpikir kita sangat diwarnai oleh
pepatah: “ibarat orang melihat hutan, tertutup oleh sebatang pohon”. secara
utuh dan secara jernih isi hutan yang serba beraneka ragam, baik alam fauna
maupun floranya, belum lagi menyebut pemandangan indah dan
alam pegunungan yang kadang ada ditengah hutan. Karena tertutup oleh sejarah
filsafat islam yang penuh pro dan kontra, kita tidak dapat melihat substansi
filsafat sebagaimana adanya. Cara berpikir dan cara pendekatan seperti itu,
sudah barang tentu, sangat mempertumpul pisau kita dan bahkan merendahkan
cakrawala pemikiran kita sendiri. Bukannya secara kebetulan, wawasan pemikiran
kita dalam memprediksi kedepan dan mengambil suatu kesimpulan permasalahan
seringkali meleset. Hal ini antara lain di sebabkan karena logika dan tata cara
berpikir yang bnar yang merupakan inti kajian filsafat, jarang atau tidak
pernah di perkenalkan di SLTA maupun Perguruan Tinggi, apalagi di
pesanter-pesantren4.
Barangkali kita sepakat bahwa dengan mengkaji metodelogi penelitian
filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin kembali meraih kejayaan islam di
bidang ilmu pengetahuan sebagaimana yang pernah di alami di zaman klasik. Hal
ini terasa lebih diperlukan pada saat bangsa Indonesia menghadapi
tantangan zaman pada era globalisasi yang demikian berat.
BAB 2 ISI
A.
PENGERTIAN
FILSAFAT ISLAM
Dari segi bahasa,filsafat
berasal dari kata philo yang berati cinta, dan kata sophos yang berati
ilmu atau
hikmah.5 Dengan demikian bahasa filsafat
berati cinta terhadap ilmu dan hikmah.dalam hubungan ini, AL-Syaibani
berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sifat positif terhadapnya. Untuk ia mengatakan bahwa filsafat
berati mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan
berusaha menafsirkan pengalama-pengalaman manusia.6
Selanjutnya kata islam berasal dari bahasa
arab aslama, yuslimu, islaman yang berati patuh, tunduk, berserah
diri, serta
memohon selamat dan sentosa.7 Kata tersebut berasl dari salimah yang
berati selamat, sentosa, aman dan damai.8 Selanjutnya islam menjadi istilah atau
nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat Manusia melalui Nabi Muhamad
Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaranya yang
bukan hanya
mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber
dari ajaran-ajaranyang mengambil berbagai aspek itu ialah Alquran dan Hadis.9
Selanjutnya apa yang dimaksud filsafat islam itu? Untuk ini terdapat sejumlah pakar yang mengemukakan
pendapatnya. Musa Asy’ari misalnya, mengatakan bahwa Filsafat Islam itu pada
dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam
kaitan ini diperlukan pendekatan historis terdapat Filsafat Islam yang tidak
menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami
proses dialetik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan
yang terjadi pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan
prinsip-prinsip dasar filsafat islam, agar dunia pemikiran islam terus
berkembang sesuai dengan perubahan zaman10. Lebih lanjut Musa
Asy’ari berpendapat bahwa filsafat islam dapat di artikan sebagai kegiatan
pemikiran yang bercorak islami. Islam disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu
pemikiran. Filsafat disebut islami bukan karena yang melakukan aktivitas
kefilsafatan itu orang yang beragama islam, atau orang yang berkebangsaan arab
atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok keislaman11.
Selanjutnya dijumpai pula pengertian Filsafat Islam yang
dikemukakan Amin Abdullah. Dalam hubungan ini ia mengatakan: “meskipun saya
tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat islam tidak lain dan tidak bukan
adalah rumusan pemikiran Muslim yang di tempeli begitu saja dengan konsep
filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan
gerakan pemikiran filsafat islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di
wilayah islam, tidak lain adalah proses asimilasi dan akulturasi kebudayaan
islam dan kebudayaaan Yunani lewat karya-karya filosof muslim, seperti Al-kindi
(185 H/801 M.-260 H./873 M.), Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950 M.), Ibn
Miskawaih (320 H./932 M.-421 H/1030 M.), Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950
M.), Ibn Sina (370 H/980 M.-428 H/1037 M), Al-Gazali (450 H/1058 M.-505 H/1111
M.) dan Ibn Rusyd (520 H/1126 M.-595
H/1198 M.) Filsafat profetik (kenabian), sebagai contoh, tidak dapat kita
peroleh dari karya-karya Yunani. Filsafat kenabian adalah trade mark filsafat islam12. Juga karya-karya
Ibn Bajjah (wafat 533 H / 1138 M), Ibn Tufail (wafat 581 H./1185 M) adalah
spesifik dan orisinal karya filosof muslim. Memang Alqur’an membawa cara yang
sama sekali baru untuk melihat Tuhan dan Alam, dan juga membahas hukum-hukum
yang tidak dapat diredusir dalam filsafat Yunani13.
Selanjutnya, Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah
filsafat islam dalam arti filsafat tentang islam yang dalam bahasa inggris kita
kenal sebagai philosophy of islam. Dalam hal ini islam menjadi bahan
telaah,
objek material suatu studi dengan sudut pandang atau objek formalnya, yaitu
filsafat. Jadi disini islam menjadi genetivus objectivus. Kemungkinan
kedua, ialah filsafat islam dalam arti islamic philosophy , yaitu suatu
filsafat yang islami. Disini islam Genetivus subjectivus, artinya kebenaran
Islam terbabar pada dataran kefilsafatan14.
Dalam pada itu dijumpai pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yang
mengatakan bahwa filsafat islam ialah pembahasan yang meliputi berbagai soal
alam semesta dan berbagai macam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran
keagamaan yang turun bersama lahirnya agama islam15.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, filsafat islam dapat di
ketahui melalui lima cirinya sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi sifat
dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran islam yang bersumberkan
Al-qur’an dan Hadits. Dengan sifat dan coraknya yang demikian itu, filsafat islam
berbeda dengan filsafat yunani atau filsafat barat pada umumnya yang
semata-mata mengandalkan akal pikiran(rasio). kedua, dilihat dari segi ruang
lingkup pembahasannya, filsafat islam mencakup pembahasan bidang fisika atau
alam raya yang selanjutnya disebut bidang kosmologi; masalah ketuhanan dan
hal-hal yang bersifat yang non materi
,yang selanjutya disebut bidang metafisika; masalah kehidupan di dunia, kehidupan
di akhirat; masalah ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
lain sebagainya; kecuali masalah zat ketuhanan. Ketiga, dilihat dari segi datangnya filsafat islam sejalan dengan
perkembangan dengan islam itu sendiri, tepatnya ketika
bagian dari ajaran islam memerlukan penjelasan
secara rasional dan filofis; keempat, dilihat dari segi yang mengambangkannya, filsafat
islam dalam
arti materi
pemikiran filisifatnya, bukan kajian sejarahnya, disajikan oleh
orang-orang
yang beragama islam, Kindi Al-farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Tufail, Ibn
Bajjah. Kelima, dilihat dari segi kedudukannya, filsafat islam sejajar dengan
bidang studi keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam, tasawuf, sejarah
kebudayaan islam dan pendidikan islam.
Berbagai bidang menjadi garapan islam telah diteliti oleh para ahli
dengan menggunakan berbagi metode dan pendekatan secara seksama, dan hasilnya
telah dapat kita jumpai saat ini. Beberapa hasil penelitian tentang filsafat
islam tersebut perlu kita kaji, selain sebagai bahan informasi untuk
mengembangkan wawasan kita mengenai filsafat islam, juga untuk mengetahui
metode dan pendekatan yang digunakan para peneliti tersebut, sehingga pada
gilirannya kita dapat mengembangkan pemikiran filsafat islam dalam rangka
menjawab berbagai masalah yang muncul di masyarakat.
B. MODEL MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM :
Dibawah ini kita sajikan
berbagai model penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan
untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat islam selanjutnya
1.
Model
M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil
bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil penelitiannya ia
tuangkan dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm in
Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode
penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang
mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh
yang diteliti itu sendiri (Sumber Primer), maupun dari sumber yang ditulis dari
orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu (Sumber Sekunder). Bahan-bahan
tersebut selanjutnya diteliti keotentikannya secara seksama, diklasifikasikan
menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal ini masalah etik,
dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya di deskripsikan
(Diuraikan menurut logika berfikir tertentu), dianalisis dan disimpulkan.
Selanjutnya dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M. Amin
Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan
studi komparasi(perbandingan) antara
pemikiran kedua tokoh tersebut (Al Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya
dalam bidang etika.
Hasil penelitian Amin Abdullah dalam bidang filsafat islam
selanjutnya dapat dijumpai dalam berbagai karyanya baik yang ditulis secara
tersendiri, maupun gabungan dengan karya karya orang lain. Dalam bukunya
berjudul Studi Agama Normativitas atau Historisitas, M. amin Abdullah
mengatakan ada kekaburan dan
kesimpangsiuran yang patut disayangkan di dalam cara berfikir kita,
tidak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis.
Tampaknya kita sulit membedakan antara filsafat dan sejarah filsafat, antara
filsafat islam dan sejarah filsafat islam. Biasanya kita korbankan kajian
filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad pertengahan,
ketika sejarah filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan
perlehatan pemikiran antara Al Ghazali dan Ibnu Sina, yang sangat menentukan
jalannya sejarah pemikiran umat islam.
Kritik Amin Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat melalui
penelitiannya, bahwa sebagian penelitian filsafat islam yang dilakukan para
ahli selama ini berkisar pada masalah sejarah filsafat islam, dan bukan pada
materi filsafatnya itu sendiri.
Penelitian yang polanya mirip dengan Amin Abdullah tersebut
dilakukan pula oleh Sheila Mc Donough dalam karyanya berjudul Muslim Ethics and
Modernity, A Comparative Study of The Ethical Thought of Sayyid Ahmad Khan and
Mawlana Mawdudi. Buku tersebut telah diterbitkan oleh Wilfrid Laurier
University Press, Kanada, pada tahun 1984. Dalam buku tersebut yang dijadikan
objek penelitian
adalah Ahmad Khan dan Mawlana Mawdudi yang keduannya adalah orang Pakistan dan
telah dikenal di dunia islam. Penelitian tersebut termasuk kategori penelitian
kualitatif, berdasar pada sumber kepustakaan yang ditulis oleh kedua tokoh
tersebut atau oleh orang lain mengenai tokoh tersebut. Sedangkan corak
penelitiannya adalah penelitian deskriptip analitis, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tokoh dan komparatif
studi. Melalui penelitian demikian akan dapat dihasilkan kajian mendalam
dalam salah satu bidang kajian, serta latar belakang pemikiran yang menyebabkan
mengapa kedua tokoh tersebut mengemukakan pendapatnya seperti itu.
2.
Model
Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of Muslim philosophy, yang
diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Para Filosof Muslim, Otto Horrassowitz
telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat Islam yang
berasal dari tokoh tokoh filosof abad klasik, yaitu Al Kindi, Ar
Razi, Al Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibn Rusyd
dan Nasir Al Din Al Tusi. Dari Al Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang
Tuhan, keterhinggaan, ruh dan akal. Dari Ar Razi dijumpai
pemikiran filsafat tentang teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, Ruh,
Materi, Ruang, dan Waktu. Selanjutnya, dari Al Farabi dijumpai pemikiran
filsafat tentang logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori
tentang akal, teori tentang kenabian, serta penafsiran atas Al Qur’an.
Selanjutnya dari Ibn Miskawaih dijumpai pemikiran Filsafat tentang Moral,
Pengobatan Rohani, dan Filsafat sejarah. Dalam pada itu dari Ibn Sina dikemukakan
pemikiran filsafat tentang wujud, hubungan Jiwa dan raga, ajaran kenabian,
Tuhan dan Dunia. Dari Ibnu Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang materi
dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan,
politik, etika, dan tasawuf. Dari Ibn Tufail dikemukakan pemikiran filsafat
tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam
Novel fiktifnya berjudul Hay Ibn Yaqzan yang telah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia: Tujuan risalah, Doktrin tentang dunia, Tuhan, Kosmologi cahaya,
epistomologi, etika, filsafat, dan agama. Selanjutnya dari Ibn Rusyd,
dikemukakan pemikiran filsafat tentang hubungan filsafat dan agama, jalan
menuju Tuhan, jalan menuju Pengetahuan, jalan menuju ilmu, dan jalan menuju
wujud. Dalam pada itu dari Nasir Al din Tusi dikemukakan pemikiran filsafat
tentang akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik, sumber filsafat praktis,
psikologi, metafisika, Tuhan, Creatio ex nibilo, kenabian, baik dan buruk serta
logika.
Selain mengemukakan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana
tersebut diatas, Horrassowiz juga mengemukakan mengenai riwayat hidup serta
karya tulis dari masing masing tokoh tersebut. Untuk mendalami berbagai
pemikiran filosofis tersebut silakan anda langsung membaca buku tersebut,
karena disini hanya dikemukakan dari sisi penelitiannya saja.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian
kualitatif. Sumbernya kajian pustaka, metodenya deskriptis analitis,
sedangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang
disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya
adalah tokoh.
Penelitian serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry. Dalam
bukunya berjudul A History of Islami Philosophy dan diterjemahkan oleh mulyadi
kartanegara menjadi sejarah filsafat
Islam, Majid Fakhry selain menyajikan hasil penelitiannya tentang Ilmu Kalam,
Mistisme, dan kecenderungan-kecenderungan modern dan kotemporer juga berbicara tentang
filsafat. Khusus dalam bidang filsafat, ia berbicara tentang Al Kindi, Ibn Ar
Rawandi, Ar Razi, Abu Hayyan Al Tauhidy, Ibn Maskawaih, Yahya bin adi , Ibn
Massarah, Al Majrithi, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd, As
Suhrawardi dan Shadr Ad Din Asy Syirazi. Majid Fakhry selain mengemukakan riwayat hidup dan karya-karya
dari masing-masing tokoh tersebut juga mengemukakan pemikirannya dalam bidang
filsafat.
Penelitiannya tersebut tampaknya menggunakan campuran, yaitu
selain menggunakan pendekatan
historis juga menggunakan pendekatan kawasan, bahkan pendekatan
subtansi. Melalui pendekatan historis, ia mencoba meneliti latar belakang
munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam islam. Sedangkan dengan pendekatan
kawasan, ia mencoba mengelompokkan para filosof kedalam
kelompok timur dan barat (dalam hal ini spanyol), dan dengan pendekatan substansi, ia mencoba
mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh
tersebut. Untuk lebih mendalami materi kajian yang dikemukakan oleh para tokoh
tersebut silakan anda langsung menelan buku tersebut.
Dalam pada itu Harun Nasution, juga melakukan penelitian filsafat
dengan menggunakan bahan bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang
bersangkutan maupun penulis lain yang berbicara mengenai tokoh tersebut, dengan
demikian penelitiannya bersifat kualitatif.
Melalui pendekatan tokoh, Harun Nasution mencoba menyajikan
pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya yang dalam hal ini Al
Kindi, Al Farabi, Ibn Sina, Al Ghazali, dan Ibn Rusyd. Sedangkan dengan pendekatan
historis, Harun Nasution mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya
pemikrian filsafat islam yang dimulai dengan kontak pertama antara islam dan ilmu
pengetahuan serta falsafah Yunani.
3.
Model
Ahmad Fuad Al Ahwani
Ahmad Fuad Al Ahwani termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak
mengkaji dan meneliti bidang filsafat islam. Salah satu karyanya dalam bidang
filsafat berjudul filsafat islam. Dalam bukunya ini ia selain menyajikan
sekitar problem filsafat islam juga menyajikan tentang zaman penerjemahan, dan
filsafat yang berkembang di kawasan Masyriqi dan Maghribi. Di kawasan
Maghribi ia kemukakan Ibn Bajjah, Ibn Tufail dan Ibn Rustd. Selain mengemukakan
riwayat hidup serta karya dari masing-masing tokoh
filosof tersebut, dikemukakan tentang jasa dari masing masing filosof tersebut
serta pemikirannya dalam bidang filsafat.
Dengan demikian, metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al
Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan
kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif,
sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu
pendekatan historis, pendekatan kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan
historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran filsafat
Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh tokoh
filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan
berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ahli mengenai
filsafat islam tersebut memberi kesan kepada kita, bahwa pada umumnya
penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian
yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan
umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatan yang
digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan, dan subtansial.
Penelitian dan pengkajian filsafat demikian sulit diharapkan dapat melahirkan
para filosof. Penelitian tersebut belum berhasil mengangkat dasar pemikiran
yang membentuk filsafat itu sendiri. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan
diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian
dan kutipan filosofis, hampir seolah-olah kutipan kutipan filosofis itu baru saja dihasilkan dan seolah-olah
tidak mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan.
Berdasarkan informasi tersebut, sebenarnya masih terbuka luas objek
penelitian di bidang filsafat Islam, yaitu objek yang berkenaan dengan cara
atau metode yang digunakan oleh para filosof terdahulu untuk kemudian dijadikan
sebagai bahan perbandingan untuk selanjutnya digunakan bagi kepentingan
pengembangan pemikiran filsafat lebih lanjut.
BAB 3 PENUTUP
Apa yang dikemukakan para peneliti terhadap pemikiran filsafat
Islam tersebut nampak selalu menyajikan tokoh yang dari satu sisi ada tokoh yang
bersamaan diteliti, dan ada pula tokoh yang tidak diangkat oleh peneliti yang
satu, namun oleh peneliti lainnya diangkat. Kita tidak tahu persis mengapa hal
itu bisa terjadi. Apakah karena keterbatasan sumber rujukan yang dimiliki
masing masing atau karena maksud lainnya yang disebabkan karena peneliti
tersebut kurang tertarik atau tidak sejalan dengan tokoh filosof yang
ditelitinya.
Dewasa ini setahap demi setahap pemikiran filsafat islam atau
berfikir secara filosofis sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian
di bidang keagamaan selalu dilihat dari segi pemikiran filosofisnya, sehingga
makna subtansial, hakikat, inti, dan pesan spiritual dari setiap ajaran
keagamaan tersebut dapat ditangkap dan dihayati dengan baik. Tanpa bantuan
filsafat, masyarakat cenderung terjebak kedalam bentuk ritualistik
semata mata tanpa tahu apa pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran
tersebut. Filsafat juga semakin diperlukan dalam situasi yang semakin memadu
dan menyatu antara satu bidang pengetahuan dengan pengetahuan lainnya.
Filsafat islam itu sendiri sangat banyak sekali diadopsi oleh
filasafat yunani (barat) sehingga kebanyakan orang-orang islam itu sendirilah
yang cenderung lebih bersifat menerima akan doktrin-doktrin Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Medote Diakronislah yang kami pakai dalam makalah ini, dengan
membandingkan antara filsafat islam dan filsafat yunani. Kemudian kami
mengasumsikan bahwa ternyata akan ada studi komparasi dari kesemuaan itu.
BAB 4 LAMPIRAN
1.
Sumber-sumber dan hasil pemikiran kami
1Berpikiran maju
antara lain ditandai dengan pemikiran sifat terbuka, rasional,
kritis objektif, berorientasi kedepan, dinamis dan mau mengikuti perubahan zaman,
tanpa meninggalkan prinsip atau ajaran yang bersifat asasi.
2Diantara kitab
yang berisi tentang mantiq (logika) yang dikaji di kalangan pesantren adalah
sulamut taufik, sebuah kitab kecil yang berisikan kaidah-kaidah yang mengenai
cara berpikir logis.
3Orang lupa
bahwa ketika Al-Ghazali menyerang konsepsi metafisika Ibn Sina, sebenarnya
bukan secara serta merta dia memvonis seluruh kajian filsafat. Logika,
matimatika, natural, science, tidak ikut terserang. Bahkan Al-Ghazali sendiri sangat
menyayangkan adanya sikap perduice kaum teolog (ulama) terhadap ilmu-ilmu
ini karena hal ini akan melemahkan dan
membahayakan unuk agama itu sendiri. Amat disayangkan umat islam pada umumnya
menganggap kritik Al-Ghazali tersebut juga kritik untuk seluruh kajian
filsafat, termasuk didalamnya logika, etika, filsafat agama, filsafat ilmu,
filsafat bahasa, dan filsafat sosial. Memahami kritik Al-Ghazali terhadap Ibn
Sina tanpa terkecuali tidak benar.
4Ibid.,hlm.vii-viii.
5Louis O.
Kattsof, pengantar filsafat (terj.) soejono soemargono dari judul asli element
of philosophy, ( Yogyakarta: Bayu Indra Grafika,1989).
6Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibani, filsafat pendidikan islam (terj.) Hasan langgulung dari
judul asli Filsafat al-tarbiyah al-islamiyah,(jakarta: bulan bintang 1979).
7Lihat Maulana
Muhammad Ali, islamologi dinul islam (terj.) R.Kaelani dan H.M.Bachrun ,
(jakarta: Ichtiar Baru Van-Hoeve, 1980).
8Ibid.,hlm.60.
9harun
Nasution,IslamDinjau Dari berbagai Aspeknya,(Jakarta:Universitas
Indonesia,1979),cet.I,hlm.24.
10musa asy’ari,
Filsafat Islam suatu tinjauan Ontologis dalam Irna Fatimah(Ed.) Filsafat Islam,
(Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam,1992).
11Ibid, hlm.15.
12Roger Garaudi,
Janji-janji Islam (terj.) H.M.Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang 1982).
13Amin Abdullah,
Aspek Estimologis Filsafat Islam dalam Irna Fatimah(Ed), Filsafat Islam,
(Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam,1992).
14Damardjati
Supadja, Sosok dan Spersfektif Filsafat Islam Tinjauan Aksiologis,dalam Ibid
hlm 52-53.
15Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, (terj.) Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus
,1985).
aku selalu galau dengan tugas Kampus...
BalasHapuspa lage suruh buat artikel
http://ghofar1.blogspot.com/