Senin, 30 September 2013

Makallah Qiyas


                                         KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum.wr.wb
         Alhamdulillah Berkat Rahmat , Hidayah, serta inayah ALLAH SWT, serta berdasarkan hasil Ijtihad (Pemikiran) dari saya, saya dapat menyelesaikan tugas Makalah Ushul Fiqih yang berjudul tentang “QIYAS” yang disusun secara logis serta berdasarkan pengetahuan dan kemampuan yang saya miliki.
            Makalah Ushul Fiqih ini diharapkan agar dapat menambah wawasan serta menambah pengetahuan dan pemahaman tentang apa itu Qiyas dan hukum hukumnya dalam pandangan Islam yaitu bagi diri saya pribadi dan kalian yang membacanya. Dan semoga dengan dibuatnya makallah ini kita dapat mengetahui dan menyimpulkan Qiyas Sebagai sumber hukum Islam dan ini pula termasuk metode dalam Ijtihad.

Wassalamuallaikum. Wr.wb


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       


A.     Rumusan Masalah
 Adapun rumusan masalah dari makallah Ushul Fiqih tentang Qiyas adalah sebagai berikut :
 1. Apa pengertian Qiyas ?
 2. Apa dasar hukum Qiyas dan rukun-rukun Qiyas ?
 3. Apa syarat-syarat Qiyas dan bagaimana kehujjahan Qiyas ?

B.     Tujuan Penulisan
 Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
 1. Agar kita mengetahui pengertian Qiyas
 2. Agar kita mengetahui dasar hukum Qiyas dan rukun-rukun Qiyas
 3. Agar kita mengetahui syarat-syarat Qiyas dan kehujjahan Qiyas
4. Mengetahui Konsep Qiyas Imam Syafii
5. Mengetahui Ruang Lingkup Qiyas & Studi Kasusnya


C.     PEMBAHASAN

Pengertian qiyas
        Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya & dapat dicontohkan pula dengan zakat misalnya ada zakat yang berupa bahan makanan atau uang. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
      Qiyas dalam istilah ushul, yaitu menyusul peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya. Dalam hal hukum yang terdapat nash untuk menyamakan dua peristiwa pada sebab hukum ini .
      Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu. Dalam hal ini, mereka terbagi dalam dua golongan berikut ini :
      Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia yakni pandangan para mujtahid. menurut Golongan kedua, Qiyas merupakan ciptaan syari, yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yang dibuat syari, sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada, baik dirancang para mujtahid maupun tidak. (Abdul Hakim, 1986 : 22-24). Agar lebih mudah memahaminya perhatikan contoh berikut :
     Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah SWT :

 “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr, berjudi, menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor, termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan.” (al-Mâidah: 90)

     Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan ‘illat itu ditetapkanlah hukum meminum narkotik itu yaitu haram, sebagaimana haramnya meminum khamr.

1.     Dasar hukum qiyas
      Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Qur’an dan al-Hadits dan perbuatan sahabat. Firman Allah Swt :
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisâ’: 59).
Di dalam Hadis juga mengatakan, Setelah Rasulullah SAW melantik Mu’adz bin Jabal sebagai gubernur Yaman, beliau bertanya kepadanya:

“Bagaimana (cara) kamu menetapkan hukum apabila dikemukakan suatu peristiwa kepadamu? Mu’adz menjawab: Akan aku tetapkan berdasar al-Qur’an. Jika engkau tidak memperolehnya dalam al-Qur’an? Mu’adz berkata: Akan aku tetapkan dengan sunnah Rasulullah. Jika engkau tidak memperoleh dalam sunnah Rasulullah? Mu’adz menjawab: Aku akan berijtihad dengan menggunakan akalku dengan berusaha sungguh-sungguh. (Mu’adz berkata): Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk petugas yang diangkat Rasulullah, karena ia berbuat sesuai dengan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Ahmad Abu Daud dan at-Tirmidzi)

2.     Rukun qiyas
 a). Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal disebut juga maqis ‘alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih (tempat membandingkan);
 b). Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);
 c). Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya.
 d). ‘IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’. Seandainya sifat ada pula pada fara’, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum ashal.

3.     Syarat-syarat qiyas
 a). Ashal dan fara’ berupa kejadian atau peristiwa
 b). Ada Hukum ashal
 Ada beberapa syarat yang diperlukan bagi hukum ashal, yaitu :
 1. Hukum ashal itu hendaklah hukum syara’ yang amali yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.
 2. ‘Illat hukum ashal itu adalah ‘illat yang dapat dicapai oleh akal
 3. Hukum ashal itu tidak merupakan hukum pengecualian atau hukum yang berlaku khusus untuk satu peristiwa atau kejadian tertentu.
 c). Illat ialah suatu sifat yang ada pada ashal yang sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum ashal serta untuk mengetahui hukum pada fara’ yang belum ditetapkan hukumnya, seperti menghabiskan harta anak yatim merupakan suatu sifat yang terdapat pada perbuatan memakan harta anak yatim yang menjadi dasar untuk menetapkan haramnya hukum menjual harta anak yatim. ‘IlIat merupakan sifat dan keadaan yang melekat dan mendahului peristiwa/perbuatan hukum yang terjadi dan menjadi sebab hukum, sedangkan hikmah adalah sebab positif dan hasil yang dirasakan kemudian setelah adanya peristiwa hukum.
                           
                                               
4.     Kehujjahan Qiyas
      Menurut ulama-ulama, bahwa qiyas itu merupakan hujah syar’i terhadap hukum akal. Qiyas ini menduduki tingkat keempat, hujah syar’i. sebab apabila dalam suatu peristiwa tidak terdapat hukum yang berdasarkan nash, maka peristiwa ini diqiyaskan kepada peristiwa yang bersamaan sebelum sanksi hukum itu dijatuhkan kepadanya. Disamakan dengan peristiwa-peristiwa yang diqiyaskan itu. Begini yang diatur oleh syari’at. Mukallaf memperluas pendirian, mengikut dan mengamalkan qiyas ini. Dibahaskan kepada peristiwa yang berdasarkan nash. Qiyas ini diakui oleh hukum, Ulama ushul fiqih berbeda pendapat terhadap kehujjahan qiyas dalam menetapkan hukum syara’. Jumhur ulama ushul fiqih berpendirian bahwa qiyas bisa dijadikan sebagai metoda atau sarana untuk mengistinbathkan hukum syara’.

5.     Konsep Qiyas Imam Syafi’i

    Imam Syafi’i adalah Mujtahid pertama yang membicarakan Qiyas dengan patokan kaidahnya dan menjelaskan asas asasnya. Disinilah Imam Syafi’I tampil kedepan memilih metode Qiyas serta meberikan kerangka teoritis dan metodologisnya dalam bentuk kaidah rasional namun tetap praktis, untuk itu Imam Syafi’i pantas diakui dengan penuh penghargaan sebagai peletak pertama metodologi pemahaman hukum dalam Islam sebagai satu disiplin Ilmu sehingga dapat dipelajari & diajarkan. Sebagai dalil pengunaan Qiyas, Imam Syafi’I mendasarkannya pada firman Allah :

‘’Kemudian Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al Qur’an) dan kepada Rasul (al Sunnah).’’ (Qs. An Nisa : 59)

    Imam Syafi’I menjelaskan bahwa maksud kembalikan kepada Allah & Rasul itu, ialah qiyaskanlah kepada salah satu Al Quran & Al Sunnah. Menurut Imam Syafi’i peristiwa apapun yang dihadapi kaum muslimin, pasti terdapat petunjuk tentang hukumnya dalam Al Qura’an, sebagaimana dikatakannya :
                             
“Tidak ada satu peristiwa pun yang dihadapi penganut agama Allah (yang tidak terdapat ketentuan hukumnya) melainkan terdapat petunjuk tentang cara pemecahanya dalam kitabullah.’’

   Ketegasannya ini, didasarkannya pada beberapa ayat Al Qur’an antara lain :

“Dan kami turunkan Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu, petujuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang orang Muslim.’ (Qs. An Nahl : 89)

    Al Qiyas itu adalah Metode berfikir yang dipergunakan untuk mencari sesuatu (hukum peristiwa) yang sejalan dengan khabar yang sudah ada, baik Al Quran maupun al Sunnah karena keduanya pengetahuan tentang kebenaran yang wajib dicari.

“Maka ijtihad selamanya hanya boleh dilakukan untuk mencari sesuatu (hukum suatu peristiwa). Mencari sesuatu itu hanyalah dapat ditemukan dengan menggunakan berbagai argumentasi, dan argumentasi itu adalah Qiyas.’’

D.    Ruang Lingkup dalam Qiyas atau Fungsinya

Mengungkapkan hukum dari Al Qur’an atau Al Sunnah, dikemukakannya :

“Semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan orang Islam, pasti terdapat ketentuan hukumnya atau indikasi yang mengacu pada adanya ketentuan hukumnya. Jika ketentuan hukum itu disebutkan maka haruslah diikuti, jika tidak maka haruslah dicari indikasinya yang mengacu pada ketentuan hukum tersebut dengan berijtihad. Ijtihad itu ialah Al Qiyas.”

     Pernyataan tersebut, Menegaskan bahwa fungsi  & Ruang Lingkup Qiyas itu sangat penting dalam mengungkapkan hukum dari dalilnya (Al Quran Atau As Sunnah) untuk menjawab tantangan peristiwa yang dihadapi kaum muslimin yang tidak secara tegas disebutkan dalam Al Qur’an atau As Sunnah. Disini terlihat pula wawasan pemikiran Imam Syafi’I yang berjangkauan kedepan, bahwa kaum Muslimin di dalam hidupnya senantiasa akan menghadapi berbagai peristiwa baru yang tidak disebutkan dalam Al Quran dan Al Hadis. Oleh karena setiap peristiwa tersebut tidak terlepas dari adanya ketentuan hukum tetapi tidak dijelaskan Al Quran atau al Sunnah tetapi dengan menggunakan Al Qiyas. Jadi Al Qiyas pada pandangan Imam Syafi’I berperan besar dalam menggali hukum bagi peristiwa baru yang dihadapi kaum muslimin.


E.     Penerapan Qiyas Imam Syafi’I terhadap Pembaharuan Hukum Islam

    Perlunya pembaharuan hukum atau perubahan hukum adalah untuk menanggapi peristiwa baru yang bermunculan atau menanggapi perubahan peristiwa hukum ijtihadi yang disebabkan perubahan makna. Seperti kemajuan tekhnologi merupakan faktor pendorong yang kuat bagi timbulnya peristiwa baru yang pasti ada hukumnya ataupun perubahan tekhnologi merupakan faktor pendorong kuat bagi timbulnya peristiwa baru & perubahan peristiwa lama, diantara peristiwa baru ialah :

1). Transplantasi organ tubuh, termasuk kategori Jinayah qisas yang sudah ada hukum larangannya, Firman Allah Swt : “Dan kami tetapkan terhadap mereka didalamnya (al Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, & luka luka (pun) ada qisasnya.’’ (QS. Al Maidah : 45)

Dalam Hadis juga diterangkan : “Hai Anas, menurut kitabullah adalah hokum qisas.” (Muhammad al-shan’niv, subul al salam, jild III, Mesir: Musthafa al Babiy al- Halabiy, 1960, hal.240)

2). Transeksual yaitu laki laki mengganti kelaminya menjadi bentuk kelamin wanita atau sebaliknya, merupakan peristiwa baru (Far’). Hadis Nabi melarang seorang lelaki menyerupai wanita atau sebaliknya, dengan alasan (‘Illah/makna dilarangnya) karena menyulitkan penentuan status hukumnya. Sabdanya : “Rasulullah Saw mengutuk lelaki yang bertingkah laku wanita & wanita yang bertingkah laku lelaki. Dalam riwayat lain Rasulullah mengutuk lelaki yang menyaru wanita dan wanita menyaru lelaki.” (Ibid, Jild IV, hal. 14.)

3). Bayi tabung, yaitu dengan menitipkan sperma & ovum antara suami-istri sah kedalam rahim wanita lain (Far’). Allah melarang zina (asl) & Nabi melarang memasukkan sperma ke rahim wanita yang tak halal bagi pemilik sperma (asl). Firman allah Swt : “dan Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32). Nabi saw menyatakan bahwa memasukkan sperma kedalam rahim istri orang lain, diharamkan, sedangkan pada bayi tabung prosesnya sama dengan yang dilarang Nabi Saw, sehingga dilarang melakukan bayi tabung dengan meminjam rahim wanita lain.

4). Vasektomi & Tubektomi dalam upaya keluarga berencana, membuat istri tidak melahirkan anak lagi (pemandulan permanen). Nabi Saw melarang tabattul & ihtisaa. Larangan tersebut terdapat dalam Hadis Riwayat al Bukhari dari saad Ibn Abi Waqas. Ditemui ‘illah/ma’na dilarangnya karena dengan perbuatan tersebut membuat lelaki atau wanita mandul (tidak meniadakan kelahiran). Pada kasus vasektomi dan tubektomi (sterlisasi) (far’), ‘illah atau ma’na tersebut terdapat pula, maka hokum vasektomi dan tubektomi sama dengan hukum tabattul dan ihtisa yang dilarang.


                                  Kesimpulan

     Alhamdulillah, berkat Rahmat Allah Swt akhirnya telah selesailah pembuatan makallah ini atau Ushul Fiqih yang berthemakan “Qiyas” dan dari sini dapat kita ambil kesimpulan Bahwa Qiyas merupakan metode tentang menentukan hukum suatu masalah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al Quran dan As Sunnah dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah lain karena terdapat kesamaan Illat (Alasan), Sehingga dapat Menumbuhkan daya berfikir kreatifitas umat Islam dalam menjawab tantangan Zaman.

    Dan dengan cara qiyas ini juga umat Islam mampu dalam upaya pembinaan dan pengembangan hukum islam yang berfungsi menjelaskan hal hal yang masih bersifat Zanni (Keraguan atau belum jelas), misalnya hukum aborsi, kloning hewan, bayi tabung, pengunaan pil KB, hukum sesar, merokok dll, dalam kehidupan yang kita alami ini. Karena qiyas juga termasuk bentuk bentuk metode dalam ijtihad, hanya bedanya qiyas itu membandingkan suatu hal. Sekian dari saya Salam, Senyum Saya dan Yakin Usaha Sampai, billahitaufiq wal hidayah

Wassalamuallaikum wr.wb




                              Daftar Pustaka

1.      Referensi, Buku Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam (Kajian Konsep Qiyas Imam Syafi’i) Dr. H. Sulaiman Abdullah. Bab V (Qiyas)
2.      Referensi, Buku Ilmu Ushul Fiqih (Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, MA) Bab II Sumber Hukum (D. Qiyas)
3.       www.google.com, Pandangan Ulama tentang Qiyas & Model Makallah Qiyas